Kamis, 20 Maret 2014

Softskill (Review Jurnal Analisis Laporan Keuangan)


Analisis Kelayakan Penggabungan Usaha PT Pelindo I (Persero) dan PT Pelindo II (Persero) Agunan P. Samosir Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 9, Nomor 4 Desember 2005 110
ANALISIS KELAYAKAN PENGGABUNGAN USAHA
PT PELINDO I (PERSERO) DAN PT PELINDO II (PERSERO)
ABSTRAK
Dalam rangka memperkuat kinerja BUMN, Pemerintah mencoba melakukan privatisasi dalam berbagai bentuk, antara lain: penjualan saham seluruhnya atau sebagian, penggabungan (merger) dan lain-lainnya. Salah satu privatisasi yang ingin dilakukan Pemerintah adalah penggabungan udaha Pelindo I dan Pelindo II menjadi Pelindo Kawasan Barat. Adapun tujuan penggabungan tersebut adalah memperkuat kepengusahaan pelabuhan di Indonesia. Namun, penggabungan tersebut tidaklah mudah untuk dilaksanakan, karena terkait dengan peraturan-peraturan seperti undang-undang persaingan usaha, kelayakan penggabungan usaha dan apakah penggabungan tersebut dapat memberikan nilai tambah kepada pemilik (pemerintah). Untuk itulah, paper ini mencoba untuk mengkaji pakah kedua BUMN tersebut layak digabungkan?
I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Merger secara luas dapat diartikan adalah bentuk pengambilalihan suatu perusahaan oleh perusahaan lainnya, pada saat kegiatan usaha dari kedua perusahaan tersebut disatukan. Sedangkan pengertian yang lebih sempit adalah penggabungan sumber-sumber daya yang ada pada kedua perusahaan menjadi satu bentuk usaha yang diharapkan bersama (Coyle, 2002). Dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan untuk memperoleh keuntungan yang optimal, banyak perusahaan di Indonesia melakukan penggabungan usaha yang sejenis untuk menguasai pasar yang ada. Namun, seringkali penggabungan yang terjadi justru mengakibatkan perusahaan baru hasil dari penggabungan tersebut menjadi tidak menguntungkan atau tidak sesuai dengan harapan semula.
Hasil studi yang dilakukan Samosir (2003) dalam Analisis Kinerja Bank Mandiri Setelah Merger dan Sebagai Bank Rekapitalisasi (Kajian Ekonomi dan Keuangan, Maret 2003) tentang penggabungan empat bank badan usaha milik negara (BUMN) yaitu Bank Exim, Bank BDN, Bank BBD, dan Bank Bapindo menjadi Bank Mandiri, menunjukkan kinerja Bank Mandiri setelah merger tidak memiliki dampak yang sehat. Disamping itu, merger tidak selalu menciptakan efisiensi, walaupun peningkatan total aktiva dapat mencapai skala ekonomis, belum cukup untuk menciptakan efisiensi Bank Mandiri.
Beberapa waktu yang lalu yaitu pada tahun 2001, pemerintah mencoba untuk menggabungkan perusahaan milik negara atau badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak dibidang pelabuhan wilayah Sumatera, Banten, Jakarta dan Jawa Barat yaitu PT Pelabuhan Indonesia I (PT Pelindo I) dan PT Pelabuhan Indonesia II (PT Pelindo II). Adapun tujuan dari penggabungan tersebut adalah meningkatkan kinerja pengelolaan jasa kepelabuhanan agar lebih efisien dan optimal, sekaligus dapat mendukung peningkatan daya saing barang produksi Indonesia di tingkat global, artinya pemerintah memandang perlu untuk menata ulang manajemen kepelabuhanan melalui upaya restrukturisasi organisasi kepelabuhanan secara nasional.
1.2 Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan pemikiran dan latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah:
1) Apakah penggabungan PT Pelindo II dengan PT Pelindo I akan menciptakan kinerja keuangan yang semakin membaik?
2) Apakah layak kedua BUMN tersebut digabungkan menjadi Pelabuhan Kawasan Barat di Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai antara lain:
1) Untuk mengidentifikasi kinerja keuangan yang tercapai dari hasil penggabungan kedua BUMN tersebut;
2) Untuk mengetahui kelayakan penggabungan usaha kedua BUMN tersebut.
3) Skenario kontribusi terhadap APBN dengan kondisi sebelum dan sesudah digabung.
1.4 Metode Penelitian Untuk mengetahui kelayakan penggabungan pada kedua perusahaan pelabuhan ini, maka terlebih dahulu dianalisis efisiensi melalui Data Envelopment Analysis (DEA). Tujuan metode DEA adalah mengetahui seberapa besar kinerja masing-masing cabang yang ada di masing-masing Pelindo. Setelah diketahui efisiensi relatifnya, selanjutnya penilaian aspek manajerial dengan menggunakan konsiderasi nilai weakness, nilai timbang dan nilai kinerja. Semakin positif nilai yang dihasilkan, maka semakin layak perusahaan tersebut untuk digabung atau dimerger.
1.4.1 Metode Data Envelopment Analysis (DEA) Salah satu aspek yang digunakan untuk menentukan kinerja suatu unit kegiatan ekonomi adalah efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomi ini dibedakan menjadi dua jenis, yaitu efisiensi teknis (technical efficiency) dan efisiensi alokasi (allocation efficiency ). Efisiensi teknis merupakan kapasitas produksi unit kegiatan ekonomi untuk memproduksi tingkat output yang maksimum dari input dan teknologi yang tetap.
Di lain pihak, efisiensi alokasi merupakan kemampuan unit ekonomi dalam memperhitungkan tingkat nilai produk marjinal (marginal value product) dan biaya marjinal (marjinal cost). Apabila besaran efisiensi ini dapat dikualifikasikan maka dapat diperoleh beberapa manfaat untuk pertama, membandingkan tingkat efisiensi antarunit ekonomi unit ekonomi yang sama, kedua mengukur berbagai variasi efisiensi antarunit ekonomi untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebabnya, serta ketiga, untuk menentukan implikasi kebijakan sehingga dapat meningkatkan tingkat efisiensinya.
1.4.2 Metode Kelayakan Penggabungan dengan Nilai Manajerial Analisis nilai adalah suatu analisis yang menghasilkan nilai kuantitatif yang diperoleh atas dasar penentuan nilai weakness dan nilai timbang terhadap tujuh aspek yang ada di PT Pelindo II dan PT Pelindo I yaitu: aspek transportasi, aspek organisasi dan sumber daya manusia, aspek keuangan, aspek kepengusahaan, aspek operasional pelabuhan, aspek legalitas, serta aspek politik. Nilai weakness maupun nilai timbang masing-masing aspek ditentukan berdasarkan hasil analisis, intuisi, dan pertimbangan yang akomodatif. Berdasarkan hasil penilaian dari kedua perusahaan terhadap ketujuh aspek tersebut kemudian dibuat rata-rata. Dari perkalian nilai weakness rata-rata dan nilai timbang rata-rata akan dihasilkan nilai kinerja yang merupakan nilai, besaran atau angka untuk dipergunakan sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan.
II. Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi, Motif dan Pertimbangan Merger
merger adalah suatu keputusan untuk mengkombinasikan/menggabungkan dua atau lebih perusahaan menjadi satu perusahaan baru. Dalam konteks bisnis, merger adalah suatu transaksi yang menggabungkan beberapa unit ekonomi menjadi satu unit ekonomi yang baru. Proses merger umumnya memakan waktu yang cukup lama, karena masing-masing pihak perlu melakukan negosiasi, baik terhadap aspek-aspek permodalan maupun aspek manajemen, sumber daya manusia serta aspek hukum dari perusahaan yang baru tersebut. Oleh karena itu, penggabungan usaha tersebut dilakukan secara drastis yang dikenal dengan akuisisi atau pengambilalihan suatu perusahaan oleh perusahaan lain.
Motif perusahaan-perusahaan untuk melakukan merger sebenarnya didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan dalam rangka memenangkan persaingan dalam bisnis yang semakin kompetitif. Cost saving dapat dicapai karena dua atau lebih perusahaan yang memiliki kekuatan berbeda melakukan penggabungan, sehingga mereka dapat meningkatkan nilai perusahaan secara bersama-sama.
Merger juga dimaksudkan untuk menghindarkan perusahaan dari risiko bangkrut, di mana kondisi salah satu atau kedua perusahaan yang ingin bergabung sedang dalam ancaman bangkrut. Penyebabnya bisa karena miss management atau karena faktor-faktor lain seperti kehilangan pasar, keusangan teknologi dan/atau kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Melalui merger, kedua perusahaan tersebut akan bersama menciptakan strategi baru untuk menghindari risiko bangkrut.
Perusahaan yang menerima penggabungan akan menerima/mengambil alih seluruh saham (shares/stocks), harta kekayaan (assets), hak (rights), kewajiban, dan utang (liabilities) perusahaan-perusahaan yang menggabungkan diri.
Merger juga dimaksudkan untuk mengarahkan perusahaan beroperasi secara efisien. Bahkan motif ini sering dijadikan indikator utama (major indicator) dari sebuah kebijaksanaan merger. Beberapa praktisi bisnis berpendapat bahwa kebijaksanaan merger dapat dikatakan berhasil apabila merger tersebut dapat paling sedikit menghasilkan apa yang disebut sinergitik (sinergy) baru, dalam arti penggabungan dua perusahaan atau lebih tersebut di mana laba yang dicapai akan jauh lebih besar dibanding laba yang dicapai secara sendiri-sendiri ketika sebelum melakukan merger. Kondisi ini tentu akan menaikkan tingkat efisiensi, karena pada dasarnya operating sinergy dapat meningkatkan economy of scale, sehingga berbagai sumber daya yang ada dapat saling melengkapi, dan koordinasi yang lebih baik antarberbagai tahap produksi.
III. Hasil Analisis
3.1 Analisis Tingkat Efisiensi Kantor-kantor Cabang Dalam rangka menghadapi arus perdagangan dunia yang ditandai dengan berlakunya AFTA tahun 2003, maka cepat atau lambat PT (Persero) Pelindo II dan Pelindo I dan akan menghadapi tantangan yang besar sebagai akibat globalisasi di bidang pengangkutan laut. Untuk itu, PT (Persero) Pelindo II dan Pelindo I sebagai badan usaha yang mengelola jasa kepelabuhanan diharapkan dapat bertahan dan sekaligus dapat menangkap peluang bisnis dengan hadirnya pelayaran asing yang datang ke Indonesia.
Agar dapat bertahan di era globalisasi tersebut, kedua BUMN ini beserta jajaran (kantor cabang) harus efisien dalam melaksanakan bisnis maupun pelayanan pengangkutan barang maupun penumpang. Karena dalam situasi seperti itu, hanya bisnis entity yang efisien akan mampu bertahan dan sebaliknya, apabila jajaran kedua Pelindo tersebut tidak mampu melakukan efisiensi di tingkat operasional maka tak ayal lagi bisnis pelayanan pengangkutan laut akan ditinggalkan oleh pelayaran asing yang membawa barang maupun penumpang ke Indonesia.
3.2 Pengukuran Tingkat Efisiensi Relatif
Untuk mengukur tingkat efisiensi relatif, digunakan dua pendekatan,yakni pendekatan tingkat efisiensi fisik (input di-proxy dari jumlah SDM, kapasitas dermaga, kapasitas gudang dan lapangan penumpukan, kapasitas alat bantu dan bongkar muat, sedangkan output di-proxy dari arus penumpang, arus barang dan arus kunjungan kapal), sementara pendekatan efisiensi keuangan, output di-proxy dari tingkat perolehan laba kotor (earning before tax) dan total pendapatan, dan input di-proxy dari total asset, biaya usaha, modal usaha, dan total kewajiban meliputi utang jangka panjang dan jangka pendek.
IV. Penutup
4.1 Simpulan
Dari analisis yang dilakukan pada bab–bab sebelumnya, dapat ditarik koherensi hal-hal sebagai berikut:
1. Analisis keuangan dengan menggunakan metode DEA untuk mengukur tingkat efisiensi keuangan relatif dimana input di-proxy dari total aset, biaya usaha, modal usaha, dan total kewajiban yang meliputi hutang jangka pendek dan jangka penjang dan output di-proxy dari laba kotor (earning before tax) serta total pendapatan; menunjukkan bahwa di lingkungan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II yang memiliki tingkat efisiensi keuangan relatif didominasi oleh cabang-cabang kelas I seperti pelabuhan Palembang, Teluk Bayur dan Pontianak. Sedangkan pelabuhan cabang kelas II hanya di pelabuhan Banten. Di antara pelabuhan Utama yang memiliki tingkat efisiensi keuangan relatif hanya di pelabuhan Panjang.
2. Analisis nilai manajerial terhadap merger didasarkan atas konsideran nilai weakness, nilai timbang, dan nilai kinerja terhadap 3 aspek yang menjadi obyek penelitian yakni aspek keuangan, kepengusahaan, dan operasional pelabuhan. Hasil akhir nilai kinerja secara totalitas menunjukkan angka negatif. Kondisi demikian mengindikasikan sebagian dari ketujuh aspek di atas masih perlu dilakukan pembenahan secara manajerial agar dapat memperbaiki nilai weakness dan menaikkan nilai timbang.
4.2 Rekomendasi
1. Dengan hasil analisis terhadap merger menunjukkan nilai negatif, sebelum rencana tersebut dilaksanakan seyogyanya dilakukan perbaikan/pembenahan terhadap aspek-aspek yang menyumbangkan nilai kinerja negatif, seperti: Keuangan, Pengusahaan, dan Operasional Pelabuhan. Perlunya peningkatan kinerja keuangan terutama menyangkut likuiditas dan solvabilitas melalui penurunan proporsi deviden dari pendapatan yang diperoleh serta memperkecil nilai bed debt. Program ini dibutuhkan paling tidak untuk jangka waktu 3 tahun agar masing-masing BUMN berkesempatan untuk memperbaiki kinerja keuangannya. Langkah ini patut dipertimbangkan karena akan mengeliminir pandangan bahwa rencana merger yang akan dilakukan adalah untuk meng-cover salah satu BUMN dari kesulitan ekonomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar